Saturday, September 20, 2014

Spesial



Tidak ada seorang anak pun yang sejatinya bodoh. Segala anak yang tidak sesuai dengan standar normatif seperti tidak lihai dalam menguasai bidang akademik layaknya ilmu eksakta dan semacamnya itu tidak bodoh.


Cap bodoh seringkali diberikan ketika si anak tidak mampu mencapai target nilai yang diberlakukan. Faktanya, sekali lagi, kepandaian anak hanya terukur secara nilai-nilai akademik. Persepsi mayoritas akan terbentuk seperti itu tanpa melihat dari sisi lain.


Kemarahan orang tua kepada anak demi menggalakkan perilaku dan motivasi belajar si anak seringkali tak efektif, membuat belajar menjadi aktivitas yang dipaksakan dan tak disukai anak. Padahal, setiap anak akan belajar jika aktivitas pembelajaran itu menyenangkan dan bermakna baginya.


Peran orang tua dan guru seharusnya bisa memberikan pendidikan yang tidak disamaratakan karena tetap bahwa setiap manusia diciptakan dengan berbagai kelebihan dan kekurangan serta bakat dan potensi kecerdasan yang berbeda-beda. 


Manusia bukan seperti pensil, yang tiap kegunaannya sama. Pengajar/pendidik bukanlah layaknya rautan, menjadikan tiap pensilnya menjadi runcing agar dapat digunakan untuk sekedar menulis atau menggambar. Manusia lebih dari itu, harus lebih dari sekedar itu.


Banyak sekali aspek-aspek yang tidak bisa diukur oleh sistem pendidikan kita, yang seharusnya disadari oleh mereka. Aspek-aspek seperti pemikiran kritis, kreativitas, pemecahan masalah, kepemimpinan, kemampuan berargumentasi, dan banyak lagi lain halnya. Tak hanya berfokus kepada nilai yang akan dan telah dicapai.


Kebanyakan dari kita dididik, dikotak-kotakkan, diseragamkan. Kejar sukses sesuai standar sosial (berprestasi di bidang yang ‘umum’). Taat aturan dan jauhi larangan, tanpa mempertanyakan.
Menghasilkan sebagian besar kita akhirnya menjadi manusia dengan mental pekerja, cari aman dan sering mendiamkan kesalahan. Banyak menuntut kelayakan tapi takut untuk benar-benar memperjuangkan.

Tiap anak itu spesial, dibutuhkan pula usaha yang spesial supaya tiap anaknya terus tumbuh menjadi manusia yang spesial.


-

Ada yang tidak lantang dalam berbicara, tidak pandai dalam mengolah dan menyuarakan kata, namun dapat menuangkan segala aspirasi yang ada di dalam kepalanya dengan mudah melalui tulisan.

Ada yang tidak cukup lihai dalam berolahraga, namun sekiranya mampu menuaikan nada indah melalui olah vokalnya, maupun juga permainan musiknya yang elok.


Ada yang selalu diam, namun kepalanya selalu berisik oleh galaksi-galaksi yang berputar miring, berhimpitan dalam manisnya keterikatan harmoni yang mengaturnya untuk bertabrakan sehingga seringkali timbul ledakan-ledakan yang mahadahsyat nan menakjubkan.


Ada yang selalu malas, namun sesungguhnya selalu sibuk berjuang untuk terbang jauh, meninggalkan banyak orang yang hanya berlari karena mereka beranggap hal itu merupakan satu-satunya cara terbaik menuju masa depan yang berlimpahkan cahaya matahari.


Ada yang selalu jatuh karena diremehkan, gagal aral melintang, eksistensi terpinggirkan, namun ada suara teriakan tersembunyi jauh di dalam hatinya yang tak pernah sunyi, memanaskan selalu bara gelora keyakinan bahwa suatu hari nanti akan datang masa dimana ianya berdiri tegak menantang langit batas, menembus asa yang hampir tidak mungkin, sehingga cap bodoh yang melekat akan menjadi sepatah kata tanpa arti.


Karena dia spesial.