Semua
kebahagiaan dan kesedihan berasal dari uang.
Setidaknya bagi mereka yang menuhankannya.
Menyenangkan
dan membuat sedih orang lain butuh biaya materiil dan non-materiil.
Memakan
uang teman, orang tua, dan atasanmu sendiri.
Dan
katanya, bahkan bisa membeli cinta. Bermain lendir per jam.
Juga
uang bensin sekedar melepas rindu kepada lelaki cantik dan wanita tampan idaman
hatimu.
Menulis
ini pun butuh biaya.
Berperan layaknya pengendali alam semesta, kehidupan tentunya,
bahkan
untuk kamu yang hobi beribadah (atau sekedar mengguggurkan kewajiban?) dan beramal baik (karena takut neraka dan rindu surga).
Bagaimana
kalau kita hancurkan saja b.a.z.i.s di bulan suci?
Memberi kacang sebagai sedekah seperti kepada monyet kelaparan dalam kurungan. Tapi konsep beras boleh juga, untuk perut juga, ya?
Lebih
baik sistem purba diberlakukan kembali saja, yaitu barter yang dicontohkan di
film kolosal di jaman sebelum sang juru penyelamat lahir? Kenapa tidak? Sama saja, ya?
Ah,
aku terlalu tolol untuk menjadi sok tahu dan banyak tanya.
Bagaimana
kalau aku memberi saja titah bagi kalian yang gemar berharap, berdoa, bertekuk
lutut dan meminta belas kasihan sepanjang waktu agar ada yang memusnahkan uang? Untuk kehidupan lebih baik, juga menghilangkan konsumerisme yang sangat dekat
dengan nyawa dan hutang budi, termasuk menyekolahkan anak anda menjadi yang
terhormat daripada orangtuanya sendiri.
Membalasnya
dengan membuang mereka yang sudah jompo.
Membeli
darah dan nafas buatan pada kapital swasta.
~
Pencetak
masalah, pengendali kehidupan, sok tuhan, lingkaran setan!
Terkutuklah penemu konsep uang!
No comments:
Post a Comment