Bapak sudah berumur 60 tahun, sedangkan aku akan berumur 20 tahun Agustus nanti. Tak terasa.
Tak terasa karena aku masih ingat rasanya terbangun di pelukannya menuju tempat tidur karena tertidur di depan televisi, namun aku berpura-pura masih berada di alam mimpi karena tak ingin beliau tahu bahwa aku nyaman dalam dekapannya dan menikmati tiap semilir wangi khas tubuhnya.
Tak terasa karena aku masih ingat rasanya diajari memainkan gitar dan piano olehnya, dengan tangannya yang besar, sedikit kasar, namun hangat menuntun jari-jari kecilku saat itu agar bisa melantunkan nada-nada merdu nan indah.
Tak terasa karena aku masih ingat rasanya punggungku dipukulinya dengan sapu lidi jika aku berbuat nakal seperti menyakiti adikku atau mencuri uang kembalian ibuku, namun setelah kemarahannya memudar, beliau seringkali secara tersirat mengungkapkan penyesalannya dengan mengajakku keluar untuk sekedar berjalan-jalan, lalu membelikanku layang-layang atau segenggam kelereng, juga terkadang es krim, permen, coklat, atau hal-hal lain yang aku sukai.
Tak terasa karena aku masih ingat rasanya bergumul dengan kakak dan adikku di dalam selimut, larut dalam cerita-ceritanya yang jenaka seperti kisah Abu Nawas, yang horor seperti kisah Dracula, atau bahkan pengalaman-pengalaman hidupnya yang penuh perjuangan dan berakhir mengagumkan.
Tak terasa karena aku masih ingat rasanya hancur berkeping-keping ketika melihat beliau yang kuanggap sebagai seorang bapak yang tegas dan kuat perkasa, menangis terisak-isak di akhir shalat-nya ketika ibu tirinya meninggal dunia, jauh di kampung halamannya.
Tak terasa karena aku masih ingat rasanya tertegun akan petuahnya dalam memaknai hidup dan kehidupan olehnya dengan intonasi yang berubah-rubah namun teratur dan sinkron dengan tiap kata-kata yang keluar dari mulutnya, dari lembut menenangkan hingga lantang meyakinkan.
-
Hari Sabtu, tanggal 14 Juni kemarin, bapak berulangtahun.
Bapak tetap seperti yang dulu. Tetap ceria, humoris, energik, supel, namun juga tegas; sesungguhnya penuh perhatian, caranya saja yang keras.
Bapak tetap kuanggap sebagai sosok yang serba bisa. Beliau pandai sekali dalam memainkan (hampir) semua alat musik, juga bernyanyi. Beliau juga serba pandai dalam bidang olahraga seperti menembak, memancing, bermain tenis, futsal, tenis meja, voli, bulutangkis, dan masih banyak lagi. Beliau juga pemegang sabuk hitam dalam pencak silat. Masakannya selalu enak, sketsa/gambarnya selalu bagus, dan juga keluargaku jarang sekali memanggil ahli reparasi karena beliau selalu bisa membenarkannya kembali.
Bapak memiliki banyak sekali teman dari segala kalangan, segala usia. Aku seringkali dibuat heran sekaligus iri dengannya, karena beliau dengan mudah dapat dekat dan akrab kepada orang baru, siapapun itu. Pernah sekali waktu ada pengamen yang membawakan lagu dengan kunci gitar yang salah, beliau keluar untuk mengajak pengamen tersebut duduk di teras rumah lalu mengoreksinya dengan kunci yang benar, bahkan beliau juga mengajari lagu-lagu baru kepadanya.
Dan juga yang paling penting, di umurnya yang sudah memasuki kepala enam, Bapak masih sehat. Semenjak aku bisa mengingat, dari dulu beliau tidak pernah sakit berat dan sampai masuk rumah sakit walaupun beliau mantan perokok berat dan memiliki darah tinggi. Beliau masih terlihat muda di mataku, walaupun rambutnya sudah beruban, juga kulit wajah dan lehernya sudah banyak mempunyai kerutan.
Bapakku adalah bapak juara satu seluruh dunia. Malam ini adalah nyanyian sunyi rasa sayangku yang tak bertepi untuk beliau.
Semoga saja Bapak berumur panjang sehingga terus melihatku tumbuh besar menjadi seorang dewasa dan sukses lalu membuatnya menangis bahagia dan bangga, hingga ingin mengangkatku tinggi ke udara seperti bagaimana yang beliau lakukan saat aku kecil dulu.
Amin.
Tak terasa karena aku masih ingat rasanya tertegun akan petuahnya dalam memaknai hidup dan kehidupan olehnya dengan intonasi yang berubah-rubah namun teratur dan sinkron dengan tiap kata-kata yang keluar dari mulutnya, dari lembut menenangkan hingga lantang meyakinkan.
-
Hari Sabtu, tanggal 14 Juni kemarin, bapak berulangtahun.
Bapak tetap seperti yang dulu. Tetap ceria, humoris, energik, supel, namun juga tegas; sesungguhnya penuh perhatian, caranya saja yang keras.
Bapak tetap kuanggap sebagai sosok yang serba bisa. Beliau pandai sekali dalam memainkan (hampir) semua alat musik, juga bernyanyi. Beliau juga serba pandai dalam bidang olahraga seperti menembak, memancing, bermain tenis, futsal, tenis meja, voli, bulutangkis, dan masih banyak lagi. Beliau juga pemegang sabuk hitam dalam pencak silat. Masakannya selalu enak, sketsa/gambarnya selalu bagus, dan juga keluargaku jarang sekali memanggil ahli reparasi karena beliau selalu bisa membenarkannya kembali.
Bapak memiliki banyak sekali teman dari segala kalangan, segala usia. Aku seringkali dibuat heran sekaligus iri dengannya, karena beliau dengan mudah dapat dekat dan akrab kepada orang baru, siapapun itu. Pernah sekali waktu ada pengamen yang membawakan lagu dengan kunci gitar yang salah, beliau keluar untuk mengajak pengamen tersebut duduk di teras rumah lalu mengoreksinya dengan kunci yang benar, bahkan beliau juga mengajari lagu-lagu baru kepadanya.
Dan juga yang paling penting, di umurnya yang sudah memasuki kepala enam, Bapak masih sehat. Semenjak aku bisa mengingat, dari dulu beliau tidak pernah sakit berat dan sampai masuk rumah sakit walaupun beliau mantan perokok berat dan memiliki darah tinggi. Beliau masih terlihat muda di mataku, walaupun rambutnya sudah beruban, juga kulit wajah dan lehernya sudah banyak mempunyai kerutan.
Bapakku adalah bapak juara satu seluruh dunia. Malam ini adalah nyanyian sunyi rasa sayangku yang tak bertepi untuk beliau.
Semoga saja Bapak berumur panjang sehingga terus melihatku tumbuh besar menjadi seorang dewasa dan sukses lalu membuatnya menangis bahagia dan bangga, hingga ingin mengangkatku tinggi ke udara seperti bagaimana yang beliau lakukan saat aku kecil dulu.
Amin.