Monday, June 9, 2014

Aku Beriman, Maka Aku Berpikir

Tuhan, bisakah aku menerima hukum-Mu tanpa meragukannya lebih dahulu?

Karena itu Tuhan, maklumilah lebih dulu bila aku masih ragu akan kebenaran hukum-hukum-Mu. Jika Engkau tak suka hal itu, berilah aku pengertian-pengertian sehingga keraguan itu hilang.

Tuhan, murkakah Engkau bila aku berbicara dengan hati dan otak yang bebas, hati dan otak sendiri yang telah Engkau berikan kepadaku dengan kemampuan bebasnya sekali?

Tuhan, aku ingin bertanya pada Engkau dalam suasana bebas.

Aku percaya, Engkau tidak hanya benci pada ucapan-ucapan yang munafik, tapi juga benci pada pikiran-pikiran yang munafik, yaitu pikiran-pikiran yang tidak berani memikirkan yang timbul dalam pikirannya, atau pikiran yang pura-pura tidak tahu akan pikirannya sendiri.

Aku tidak ingin menjadi mereka yang lalai dalam ibadahnya. Bukan yang tidak melaksanakannya, tapi yang beribadah hanya untuk pengguggur kewajiban, sekedar takut akan ancamanmu tentang pedihnya neraka, dan tergiur akan kebahagiaan yang kekal di tempat yang dijanjikan oleh Engkau, yaitu surga. Tanpa mengerti apa makna dari ibadah itu sendiri. Tanpa memahami-Mu. Mencintaimu semata-mata karena sifat materialistik yang ada dalam tiap diri manusia.

Aku tidak ingin menjadi muslim yang tidak berpikir. Muslim yang mematuhi segala suruhan-Mu dan larangan-Mu hanya karena sepenuhnya berpasrah dari indoktrinasi agama-Mu yang dilakukan oleh orangtuaku sedari kecil, menjadikanku konservatif atas segala pemikiran atau nilai yang menyimpang dari apa yang sudah diterapkan walaupun sedikit.

Salahkah aku bila aku menggunakan pikiran-pikiran bebasku demi mencapai kebenaran-Mu?

Memang aku dahaga. Dahaga akan segala pengaruh. Karena itu kubuka bajuku, kusajikan tubuhku yang telanjang agar setiap bagian dari tubuhku berkesempatan memandang alam luas dan memperoleh bombardemen dari segala penjuru tanpa rasa takut akan dicap oleh sesama manusia.

Karena aku tahu, hanya Engkaulah yang berhak menilai keimanan seseorang.

Sekali lagi, aku bukan nasionalis, bukan katolik, bukan sosialis. Aku bukan buddha, bukan protestan, bukan westernis. Aku bukan komunis. Aku bukan humanis. Aku adalah semuanya. Mudah-mudahan inilah yang disebut muslim. Aku ingin orang menilai dan memandangku sebagai suatu kemutlakan (absolute entity) tanpa menghubung-hubungkan dari kelompok mana saya termasuk serta dari aliran apa saya berangkat.

Memahami manusia sebagai manusia.

Manusia bebas, manusia yang tidak terkekang, manusia yang tidak munafik. Manusia yang berjuang mencari kebenaran hakiki atas-Mu dari keragu-raguannya.

Dengan demikian Rabbi, aku berharap cintaku pada-Mu akan pulih kembali.

-
Terinspirasi oleh Ahmad Wahib, seorang pemikir, dengan menggunakan dan mengembangkan beberapa penggalan kalimat dari catatan hariannya di dalam buku Pergolakan Pemikiran Islam (1981).

1 comment:

  1. Wuih sedap bacaannya Ahmad Wahib, cakep.

    ReplyDelete